Monday, January 14, 2013

#Day7 Tintaku Habis!

Sambil mengambil momen banjir Unisma tanggal 15 Januari, yang adalah sekarang, saya sedikit mengucap syukur, bukan karena tidak jadinya ujian hari ini (Hmm, hari ini sebenarnya dijadwalkan ujian online Bahasa Inggris untuk para mahasiswa Unisma) tapi bersyukur untung banjir ini tidak berpengaruh terhadap perlistrikan kampus. Kalau tidak, mungkin entah bagaimana nasib ujian besok.  Maaf, kalau sedikit berlebihan. Okay, abaikan.

Hal lain lagi, sambil iseng-iseng saya bermain dalam dunia "cicitcuit" ada yang terbaca dalam timeline saya yaitu, twitnya si King Aris dan ratunya tentang hari jadi mereka yang ke setengah tahun. (Oh Tuhan! Setengah tahun. Hebat!) Secara iseng pula, saya pun me'reply' twit mereka dengan teks seperti ini: " <~~ Pasangan yg pacaran dalam ruang diskursif. Ckckck....". Bukan bermaksud jail, tapi satu hal yang saya sadari bahwa mungkin sudah seperti itu hidup saat ini. Pacaran tanpa perlu pergi ke taman sambil makan kacang rebus, atau surat-suratan. Tapi sudah ada media lain, media virtual. Itulah hidup saat ini kawan!

Bukankah sama juga dengan ujian yang di'online'kan? Yup, sama, medianya yang sama; dalam program yang didigitalisasikan. Pembahasan, perdebatan, curahan hati, bahkan sebuah tes saat ini sudah tidak perlu menggunakan kertas dan pena lagi. Sudah tidak ada lagi tinta yang tersisa. Viva komputer! Bravo internet!



Sedikit ulasan hari ini,

#Day6 Dia Oh Dia....

Dia tidak datang dengan mesin waktu. Tapi datang diantara kejenuhan hati akan bualan kata-kata manis laki-laki sebelumnya. Dia ada diantara adaptasiku terhadap dunia, strata, dan status sosial yang baru. Dia, yang hanya bisa kulihat di kejauhan, dia, yang punggungnya selalu nampak indah bagiku, dia, yang senyumnya melunturkan kesombongan yang selalu kupelihara, menghidupkan kembali rasa. 

Dia hidup, namun interaksinya tak pernah terjangkau olehku, bahkan di ruang diskursif sekalipun. Dia, dengan kesibukan dan kemalasannya yang kukagumi menyadarkan bahwa ada laki-laki lain diluar garba nyamanku. Dia dengan kesederhanaan kemapanannya tak membuat aku tiba-tiba bertanya "Berapa gajimu per bulan?" _ tampak mapan, namun terlihat tidak mapan, ataupun tidak mapan sekalipun sungguh tak secuil pun aku permasalahkan _ Dia mengucilkan semua kriteriaku akan laki-laki idaman. Bukan nyaris sempurna, tapi rasa sempurna hinggap dalam penilaianku tentangnya. 

Dia yang tak pernah tahu, mungkin tak akan pernah tahu. Dia yang hadir, kemudian pergi. Tanpa perpisahan. Bahkan aku tak sempat mengucapkan betapa aku menyukai sepotong senjaku bersamanya di sudut warung kopi biasa.

Semoga kita bertemu di lain hari, Bung!
Dalam bahasan isu-isu kontemporer menyebalkan lainnya.


                                                                   A tribute to someone whom I know for only 4 months,
                                                                                      Mariya (Tidak sedang galau)
 

#Day5 Talking to The Future

Hello, Future Me....
Can I ask you what I will be next five years?
Will I be a wife? A mother?
Or still be what I am like right now...
Free and single?
Ah, a silly question. Isn't it?
Okay, you can LOL me someday. 

Well, Future Me....
Actually, I am wondering.
Will I still have the friends that I have now?
Will they change?
Or I am the one who will change?
Hmm, a big wondering exactly.
Just ignore it.

Is it okay for you if I ask a lot?
About my future of course.
The prince charming, will he knock my heart?
Bringing so much love, happiness,
and a white rose every morning.
Not a breakfast, because you precisely know
that I don't do breakfast, right?
Oh, or I will do breakfast next years.
Who knows?
Aha! You're the one that know it Future Me.

I do have many questions for you, Future Me.
I am questioning,
Will I get a Ph.D scholarship?
Will I stop teaching?
Will I move to four seasons country?
Will I stop smoking?
Will I be slim?
Or....
Will I still be alive?
Next...next...years...
But, Future Me, if you don't want me to know my future,
Can you keep these question lists? Answer me someday.
We got a deal, then.

Hey, Future Me...
I am telling you now
That I write what I am writing right now
Is to be read by you years...years...later...
Hope that you will laugh at this crappy chatter.
And, don't forget to answer them.

By the way, can you travel to my time and answer those questions now?
A time machine would probably help.
Oops, another silly question.
Again, just ignore it.
Bye, Future Me
See you next years....


                                                                                                      Sincerely,
                                                                                                      Me Today.








#Day4 Pagi si Pembenci Pagi

Ketukan di pintu.
Sudah berkali-kali mungkin.
"Oh, gue di rumah ternyata." Gumam si Hati.
"Iya, Mah...!" Teriakku.
Ketukan di pintu pun berhenti.
05:15.
Terdiam.
Otomatis bergerak.
Kamar mandi tujuanku.
Balik ke kamar.
Pakai mukena.
Gelar sajadah.
Sholat.

Sejenak berpikir...
Dan si Hati pun berkata: "Ah, baru dua jam."
Tidur kembali.
Deringan handphone.
Terbangun.
"Dimana lo?" suara dalam handphone.
07:38.
Tersadar.
Dalam otak sudah terprogram.
Antrian rutinitas.
"Di rumah. 2 jam lagi sampe." Jawabku jujur.
Kesal, marah-marah, dan menggerutu.
"Silahkan!" Kata si Hati.
Tapi....
"Sorry." Kata si Mulut.
Terdiam.

Lagi lagi seperti mesin dengan program yang sudah ter"install".
Bergerak otomatis.
Kamar mandi!

Rapi.
Sepi.
Karena aku yang selalu terlambat di rumah ini.
07:56.
Inilah pagi.
Pusing dan kacau.
Tanpa kopi, dan rokok.
Sepiring nasi goreng tersedia.
Lewatkan saja.
Tak berselera.

08:05.
Berangkat.
Duduk indah di pojokan bis.
Kantuk memanggil.
Tidur kembali.
10 menit.
Terbangun.
Terpejam kembali.
Namun, tidak tertidur.
Terpikir,
Satu jam kemudian, saya akan ada di....
kotak yang sama, lingkaran yang sama, sistem yang sama.
Terbangun.
Melihat keluar jendela bis.
"Hmm, so are they Maria."
Mendesah.
Tertidur kembali.
"No Surprises" nya Radiohead pun melelapkanku.
Berharap tak ada yang membangunkan.



                                                                   Di suatu pagi yang tidak pernah genap,
                                                                                     Mariya.









#Day3 Pagiku di Sarang Kabel

Alarm berbunyi. Jam 05:00 pagi.
Mengejutkan.
Ku tertidur lagi.
"Berangkat!" Suara si pemilik rumah.
Terbangun, beranjak aku ke dalam kamar.
Bercengkrama dengan kasur empuk.
Menyambung mimpi.

Terbangun kembali.
10:45.
Dalam hati: "Shit, nggak kuliah lagi! Okay, biarlah."
Tertidur kembali.
Tiba-tiba ingat sesuatu. Handphone!
Tiga pesan, dua panggilan tak terjawab.
Sistem memanggilku. 
Berontak dalam hati: "Hmm, abaikan!"

Bangun dan berjalan  ke ruang depan.
"Fiuuuuh, what a mess!" Suaraku pelan.
Mataku menyusuri setiap sudut.
Hati pun bertanya, "Mana rokok gue?"
11:05.... terhitung masih pagi.
Pagi tanpa roti, karena kopi lebih baik,
Dan rokok sudah setengah terhisap.
Merogoh tas, masih berusaha untuk menikmati secangkir kopi.
"Mesti beli dulu. Sial!"
Malas menggelayuti.
Segelas air putih pun sudah tertenggak habis.

Sepi.
Berantakan.
Karena pesta semalam.
Tanpa alkohol, laki-laki ataupun birahi.
Yang ada hanya hasrat untuk bermain dengan kata-kata.
Namun, tetap saja....
Anti klimaks.

Lapar.
11:52.
Tertegun dan berpikir.
Tahan saja.
Menyalakan komputer, melanjutkan pesta semalam.
Marina and Diamonds pun bermain dengan "I Am Not A Robot" nya.


                                                                


 Aku, pagiku, dengan rokok, tanpa kopi dan sistem.
 Mariya di Sarang Kabel



 






Monday, January 7, 2013

#Day2 Menulis dan Berbicara



Diantara berbagai rutinitas hari ini, saya berusaha untuk menggenapkan hutang-hutang tulisan saya. Bukan sok sibuk atau berasa tidak ada waktu, namun tepatnya karena malas. Kemalasan saya ini mungkin bisa saja didasari oleh kebosanan saya yang tak berujung, kebosanan dengan kata-kata karena harus menyelesaikan tugas-tugas kuliah selama satu semester kemarin, lalu ketika libur menghampiri saya pun harus berkutat kembali dengan tulisan. Oh Tuhan, bahkan dalam blog pun saya membahas tugas-tugas semesteran saya! Gejala apakah ini? :D

Lalu, saat ini (ketika saya menuliskan ini) adalah momen UAS untuk para mahasiswa UNISMA. Momen UAS bagi saya yang katanya dosen tapi juga nyambi jadi mahasiswa adalah momen kebebasan sementara. Ya, hanya sementara karena setelah itu akan dihujani butiran-butiran koreksian bukan butiran debu. Euh? #TerRumor LOL. Yang mengganggu ketika UAS itu sebenarnya bukan hanya bikin soal, ngawas, dan mengurusi hal ini dan itu, tetapi juga menyaksikan postingan para mahasiswaku tercintaaaah di jejaring-jejaring sosial, yang isinya melulu tentang kata yang beribu-ribu. Beribu-ribu kata? Hmm, kalo pakai permainan ‘Hastag’ kayanya bisa jadi trending topic Twitter. Memangnya apa yang sulit dengan beribu-ribu kata? Bukankah kalau kita bicara, kita bisa mengeluarkan lebih dari ribuan, bahkan jutaan kata kan? Itulah, perbedaan berbicara dengan menulis. 

Menulis pastinya tidak semudah berbicara, walaupun sebenarnya ada beberapa orang yang lebih memilih untuk menulis dari pada berbicara. Menulis seperti memiliki banyak polisi pengatur, tidak seperti berbicara yang mungkin hanya ada beberapa polisi pengatur. Keteraturan jelas dibutuhkan dalam menulis, apalagi tulisan yang sifatnya akademis.   

Friday, January 4, 2013

#Day1 Maria dengan Resolusinya

Tahun baru datang lagi! Apakah sudah saatnya untuk membuat target-target tahun 2013? 

Hmm, sebenarnya saya adalah salah satu jajaran orang-orang tanpa rencana, tanpa target. Hidup berjalan dengan normal bagi saya sudah cukup, toh tahun baru hanyalah pergantian tanggal 31 ke tanggal 1 yang menjadi perbedaan adalah hitungan bulannya sudah genap 12 bulan tanda satu tahun. Lagi lagi, tak ada rencana, tak ada target. Cuma, ada baiknya kalau saya me(re)deskripsikan 2012. 

2012 yang telah berakhir itu, saya resolusikan sebagai masa-masa untuk lebih bahagia, karena 2011 yang telah saya lalui itu saya simpulkan sebagai masa-masa membosankan, cuma ngajar, kerja, jalan sama teman, ya, begitu saja. Lalu saya berharap bahwa 2012 akan menjadi momen bagi saya untuk lebih menerima dan lebih bahagia. Namun, ternyata resolusi tinggal resolusi. 2012 akhirnya menjadi waktu yang sangat menyibukkan, sibuk daftar sana sini, tes sana sini, TOEFL, TOEIC, hingga tes ngambil master. Dan akhirnya kuliah lagi. Tak terasa, bahkan saya lupa apa yang saya harapkan untuk tahun 2012. Kemudian, hal yang saya pikirkan di malam tahun baru ini adalah apakah saya sudah benar benar merasa bahagia? Untuk menjawab hal ini, tidak ada salahnya bila saya mengambil dan memfilosofikan teorinya Mbah Einsten. Bahwa tiada hal yang benar-benar mutlak dan pasti, karena kepastian itu sendiri adalah tak lebih ketidakpastian. Keyakinan itu sendiri ada dalam ketidakyakinan. Relatif. Ya, bahagia pun relatif. 

Lalu, 2013? Hmm, tepat jam 01.35 ini saya beresolusi tahun ini saya harus benar benar merasa "Hidup". 
"Hidup" dengan tanda kutip itu bukan berarti saya saat ini tidak hidup. "Hidup" dengan tanda kutip itu tanda bahwa setidaknya saya harus tahu bagaimana untuk bertahan tidak hanya hingga akhir 2013 tetapi untuk selamanya merasakan hidup. Hingga, saya pada nantinya di penghujung 2013 akan bisa benar-benar bilang bahwa 2013 adalah the best year I ever had.

      
Happy 2013! Cheers....