Seperti
kemarin. Dia terdiam dan terdiam lagi. Tak ada kata, tak ada suara.
Masih
seperti kemarin. Nada yang sama, nada sepi nan indah!
Masih tetap
seperti kemarin. Hingar bingar kota tak akan membuatnya memulai sebuah
perbincangan.
Selalu seperti
kemarin, dan kemarinnya lagi. Dia tetap bersembunyi dalam diamnya, dalam
dunianya.
Dan akan
tetap seperti kemarin, kemarinnya lagi, dan kemarinnya lagi. Dia datang kemudian
diam. Tak menghampiri.
Tak menggubrisku. Tak menghiraukan keberadaanku. Tak tahu kalau aku tetap
berada disana seperti kemarin, kemarinnya lagi, dan
kemarinnya lagi.
Ah! Apakah aku
hanya sebuah angin baginya? Haruskah aku memulai sebuah perbincangan? Haruskah aku lantunkan
nada bahagia dan menari dihadapannya? Atau, haruskah kulepaskan baju ini satu
per satu hanya
untuk membuatnya mendongak sebentar kemudian tersenyum? Tersenyum? Tidak! Bukan senyumnya yang kuharapkan. Tapi dirinya! Ya,
dirinya! Bukan jasad itu. Bukan senyum itu. Bukan badan,
kaki, mata, telinga atau tangan itu. Tapi dia seutuhnya!
Hahaha…bukankah
dirinya sudah berada tepat dihadapanku? Utuh! Dia utuh, tapi tidak
hidup Tuhan! Tidak hidup untukku tepatnya.
Dan dia pun
tetap diam, tetap tak hidup, dan tetap seperti kemarin.
Desahku,
070512
Mels
No comments:
Post a Comment