Monday, May 21, 2012

#Day12 Idol?


 "These men you see have one thing in common: damn, their lives are in the gutter! _anonymous_

Melihat beberapa postingan teman-teman tentang idola dan arti seorang ‘idol’, membuat saya ingin menuliskan beberapa pemikiran saya tentang idola itu sendiri. Tenang, tulisan saya ini tidak akan membantah atau mematahkan pendapat-pendapat teman-teman tentang idola-idola anda.

 Mungkin, akan saya awali dengan orang-orang yang saya idolakan. Tak saya pungkiri, saya juga memiliki beberapa orang yang saya suka. Orang-orang disini taruhlah bisa berarti tokoh, selebriti, ataupun pahlawan. Seperti @nalynahalaw yang mengidolakan David Daily, eh salah David Archuleta maksudnya, ataupun @yyunika yang mengidolakan  si berondong Devon Bostick  saya pun mengidolakan beberapa selebriti cowok. Sebut saja mereka 3 J; Juna, James, dan Joongie(Kim Hyun Joong). Alasan sederhananya adalah karena mereka ganteng dan cool. Jangan tanyakan mengapa saya suka laki-laki ganteng dan cool? Alasan sederhananya lagi adalah karena saya perempuan. Cuma, saya hanya sebatas suka, suka sama ketampanan yang mereka miliki, suka karena mereka tinggi, ideal, cool, putih, mungkin wangi, bahkan ada juga yang manis (Joongie maksudnya). Ya, hanya suka sebatas itu, karena saya berpikir bukankah memang harus seperti itu gambaran seorang selebriti cowok yang ideal? Tak cukup hanya keahlian, mereka juga harus punya tampang. 

Namanya juga masuk layar kaca yang akan dilihat oleh jutaan mata, ya tampang itu memang mesti ada, sekalipun dia cuma masak di TV. Ya, kaya Juna contohnya. Coba, sekarang ada berapa banyak koki di TV yang tidak ganteng atau cantik? Hmm, mungkin hanya dua atau tiga. Nah, itu cuma masak, apalagi bintang film seperti James Franco. 

Ya, betapa tampang sangat penting untuk sebuah dunia hiburan. Kalaupun ada obat yang bisa membuat orang tidak pernah tua, mungkin para selebriti itu akan duluan membelinya. Haha, itulah gambaran dunia hiburan kawan, yang menghibur memang, namun melenakan. Kita bisa sangat terhibur, namun juga terlena, terlena oleh keidealitasan yang mereka tawarkan.

Ideal dan idol. Bukankah hampir mirip cara pengucapannya? Ideal dan idol ini sudah menjadi padanan yang sulit dipisahkan. Idola itu memang seseorang yang ideal, setidaknya ideal bagi yang mengidolakannya. Namun, pengidolaan seseorang terhadap idolanya yang terkadang membuat saya berdecak kagum tapi heran. Tingkah laku atau perbuatan seseorang yang mengidolakan idola terkadang membuat saya hampir gila untuk memikirkannya (ya, walaupun sebenarnya tidak penting untuk dipikirkan juga)

Tingkah laku itu bisa berarti banyak hal seperti menghabiskan berjuta-juta untuk menonton konsernya, atau membeli aksesoris, gambar ataupun mendownload video-video sang idola tersebut, bahkan meniru gaya dari idola tersebut. Lebih ekstrem lagi bisa sampai menato nama idola itu di salah satu anggota tubuhnya.Tingkah laku tersebut menurut saya didasari akan satu hal, fanatisme. Fanatisme berlebihan terkadang dapat menciptakan sebuah fandom yang berlebihan juga. 

Fandom atau fan itu sendiri  itulah yang akan mengekalkan atau melanggeng sang idola itu sendiri. Saya melihatnya itu seperti gunung es (haha, lagi-lagi gunung es!) ya, sederhananya adalah sang idola itu sendiri yang berada di puncak gunung es itu, dan fan atau fandomnya berada di dasar paling bawah. Betapa fan itu sebenarnya tidak terlihat kan? Fandom atau fan itu sendiri dapat melanggengkan bahkan menghancurkan gunung es yang mereka bangun sendiri. Dengan kata lain, sang idola itu dapat hancur oleh fandom atau fan mereka. Mungkin itu, saya sendiri masih bingung untuk menjabarkan bagaiman idola dapat menciptakan fandom. Namun, fandom dapat menciptakan idola.

Nah, hal-hal itu lah yang akhirnya menciptakan image seorang idola. Seburuk apapun idola tapi tetap saja harus terlihat baik dimata fan mereka.  Maka diciptakanlah sebuah konsep. Konsep? Ya, hidup seorang idola mungkin ironi bagi saya. Karakter, gaya, bahkan hidup mereka itu sudah terkonsepkan, dan dikonsepkan (untuk menjadi ideal) oleh sebuah tim manajemen yang harus mereka bayar setiap bulan dari setiap share yang didapat setiap kali mereka perform. Namun, bagi saya hidup yang sudah terkonsepkan malah terlihat fake.   

Se-powerful apapun seorang idola bagi saya mereka tetap saja powerless karena kehidupan mereka bahkan detail yang paling kecil sekalipun itu dilihat, dipandang, dikontrol oleh banyak orang. Makanya ada istilah public figure.  Ya, menjadi public dan juga massive, bagi fan mereka dan oleh fandom yang diciptakan karena kekuatan dari being famous itu bukan terletak di kekayaan tapi di fandom itu sendiri karena harta sang idola itu sendiri ada di fan dan fandom mereka.   



PS: Sifat fanatis atau mengidolakan seseorang itu memang bukan sesuatu yang salah, tidak salah sama sekali malah karena bagi saya rasa itu relatif. Selama masih menjadi manfaat dan bersifat motivatif.  
      
*fandom --> simplenya, fan with suffix dom. (Kalau @__uki bertanya apa itu fandom)

2 comments:

the trouble said...

Tuh kan, mention aku terus.. :O

Unknown said...

Itu kan salah satu bentuk bully-an aku ke kamu.

Kok gak nyadar seh??? Hadooooooooch....