“Bintang
itu indah.” Ujarnya sambil menunjuk tinggi ke angkasa. “Bintang yang mana?”
Tanyaku bingung, karena tak satu pun bintang kulihat malam ini. “itu…lihat deh”
serunya. “Kok aku gak lihat ya?” jawabku lagi, karena langit malam ini memang
benar gelap. Tak ada bintang disana.
Dia tersenyum. Dan manis! Hampir saja aku
tergerak.
Namun
tiba-tiba dia mengangkat tanganku dengan tangan kanannya sambil mengarahkan
tepat dimana dia melihat bintang itu, kemudian berujar “Pejamkan matamu
sekarang.” Mataku pun terpejam. “Rasakan sinarnya. Dan buka matamu sekarang.”
Fantastis! Bintang itu ada! Sinarnya terang disana.“ kok bisa?
Kenapa tiba-tiba ada bintang disana?” tanyaku heran. Dia pun tersenyum kembali,
dan tetap manis.
“Kamu tahu
tidak kalau ada bintang yang semu?” tanyanya dengan mata yang masih tertuju ke
langit tempat bintang itu berada.
“Tidak.”
Jawabku polos.
Dia pun
tertawa. Tawa khas laki-laki. Ah! Lagi-lagi kulihat sketsa wajah itu sekarang. Sketsa
wajah yang dulu seperti sempat hadir di sanubari ini. Sketsa wajah seorang
laki-laki. Sketsa wajah yang berbeda dari gambaran-gambaran wajah dan watak
kakek dan bapakku. Sketsa wajah dingin nan manis.
“Bintang
itu semu karena dia tidak menghasilkan cahaya sendiri, tetapi
memantulkan cahaya yang diterima dari bintang lain.” Jelasnya lagi sambil menolehkan wajahnya
tepat dihadapanku. Kami pun bertatapan sejenak. Dan sunyi. “Oh ya?” jawabku
kikuk memecah kesunyian.
Dia pun
kembali menatap langit. Kemudian tersenyum dan berkata “Mungkin bintang itu
bintang yang semu. Dia akan tampak dan bercahaya ketika dia menerima pantulan
sinar dari bintang lain.”
“Maksud
kamu?” tanyaku bingung.
“Hmm….namaku
Lanang.” Katanya kemudian, seolah menolak untuk menjelaskan lebih dalam tentang
bintang yang bagi aku sebuah benda yang sulit kugapai dan kupahami.
“Oh…aku
Annisa. Panggil aja Nisa.” Jawabku ramah.
“Annisa
yang berarti wanita?” Tanyanya.
“Iya. Ada
masalah?” Celotehku iseng.
“Arti
namaku malah kebalikan dari namamu. Arti Lanang itu laki-laki.” Jelasnya lagi.
Aku
menganggukkan kepala berulang kali tanda paham. Walaupun sebenarnya aku masih
bertanya-tanya tentang kehadiran laki-laki yang duduk disebelahku ini. Dia
tidak begitu asing bagiku, tetapi dia adalah orang asing yang baru kutemui dua
puluh menit yang lalu.
“Bintang
itu juga ada yang ganda lho!” Ucapnya kembali dan masih tentang bintang.
“Aku tidak
paham tentang bintang mas. Jadi ya, agak polos deh.” Candaku kemudian.
“Panggil
aku Lanang saja.” Ujarnya.
“Sip deh
mas, eh Lanang. Maksudnya rasi bintang kan ya mas, eh Lanang?” jawabku
sekenanya.
Senyum
tipis itu adalah jawabannya. Kemudian dia beranjak dan tersenyum kembali sambil
berucap “Senang bertemu denganmu Nisa.” Aku pun mendongak dengan menyunggingkan
sedikit senyum.
Menggantung!
Ucapku dalam hati. Lanang pun pergi
bersama angin malam yang semakin dingin.
Omongan tentang
bintang bersamanya di sudut taman kota malam itu adalah awal aku bertemu
dengannya. Namun, Lanang masih menjadi misterius bagiku.
Bersambung….
No comments:
Post a Comment