Diantara berbagai rutinitas hari ini, saya
berusaha untuk menggenapkan hutang-hutang tulisan saya. Bukan sok sibuk atau
berasa tidak ada waktu, namun tepatnya karena malas. Kemalasan saya ini mungkin
bisa saja didasari oleh kebosanan saya yang tak berujung, kebosanan dengan
kata-kata karena harus menyelesaikan tugas-tugas kuliah selama satu semester
kemarin, lalu ketika libur menghampiri saya pun harus berkutat kembali dengan
tulisan. Oh Tuhan, bahkan dalam blog pun saya membahas tugas-tugas semesteran
saya! Gejala apakah ini? :D
Lalu, saat ini (ketika saya menuliskan ini)
adalah momen UAS untuk para mahasiswa UNISMA. Momen UAS bagi saya yang katanya
dosen tapi juga nyambi jadi mahasiswa adalah momen kebebasan sementara. Ya,
hanya sementara karena setelah itu akan dihujani butiran-butiran koreksian
bukan butiran debu. Euh? #TerRumor LOL. Yang mengganggu ketika UAS itu
sebenarnya bukan hanya bikin soal, ngawas, dan mengurusi hal ini dan itu,
tetapi juga menyaksikan postingan para mahasiswaku tercintaaaah di
jejaring-jejaring sosial, yang isinya melulu tentang kata yang beribu-ribu. Beribu-ribu
kata? Hmm, kalo pakai permainan ‘Hastag’ kayanya bisa jadi trending topic Twitter. Memangnya apa yang sulit dengan beribu-ribu
kata? Bukankah kalau kita bicara, kita bisa mengeluarkan lebih dari ribuan,
bahkan jutaan kata kan? Itulah, perbedaan berbicara dengan menulis.
Menulis pastinya tidak semudah berbicara,
walaupun sebenarnya ada beberapa orang yang lebih memilih untuk menulis dari
pada berbicara. Menulis seperti memiliki banyak polisi pengatur, tidak seperti
berbicara yang mungkin hanya ada beberapa polisi pengatur. Keteraturan jelas
dibutuhkan dalam menulis, apalagi tulisan yang sifatnya akademis.
No comments:
Post a Comment