Thursday, May 3, 2012

#Day4 Hadiah kecil untuk para perempuan:


 Secantik Barbie? Hmm.....


Only the doll remains, like a delicate insect fixed in an amber, the perfect specimen of its kind. No sadness mars the joy we have in the doll's 'eternal beauty'. _ Carl Fox, The Doll_

 Pekan kemarin beberapa teman saya mengadakan sebuah seminar tentang kesehatan dan kecantikan dengan judul “Health Care Seminar and Beauty Class”. Sebagai perempuan yang juga senang berdandan saya pikir seminar ini cukup menarik, karena para perempuan yang belum paham bagaimana cara menjaga kesehatan dan kecantikannya jadi paham mengenai hal tersebut. Namun, sayangnya saya tidak dapat menghadiri seminar tersebut dengan alasan yang sangat cukup mendasar. Saya harus pulang ke rumah orangtua saya. Ya, walaupun rumah orangtua saya tidak terlalu jauh, masih bisa ditempuh dengan satu kali naik bis, tapi bagi saya pulang ke rumah orangtua saya yang sudah tidak saya kunjungi hampir satu bulan itu merupakan hal yang penting, bahkan bisa lebih penting dari hal manapun.

Sesampainya di rumah, saya dikejutkan dengan kartu undangan ulang tahun sepupu perempuan saya yang berumur 4 tahun. Jelas saya terkejut, karena bisa-bisanya anak gadis berumur empat tahun mengundang saya yang juga anak gadis tapi berumur 26 tahun ini. Bukankah akan tampak aneh ketika saya menjadi satu-satunya tamu undangan yang usianya 6 kali lipat dari yang berulang tahun? Atau akan menjadi sangat aneh  ketika saya datang ke ulang tahun tersebut tanpa membawa anak kecil, karena kemungkinan yang paling mungkin akan terjadi kalau saya tidak membawa anak kecil adalah para ibu-ibu yang mengantarkan anaknya ke pesta ulang tahun tersebut pasti akan bertanya: “Anaknya mana bu?” atau “Temennya mama Elfa ya?” Mana mau saya dianggap sebagai temannya bibi saya yang berumur sekitar 38 tahun! Akhirnya, saya memutuskan untuk tidak pergi ke ulang tahun sepupu saya itu. Saya hanya akan memberinya kado. Tanpa menunggu keputusan dari ibu saya, saya langsung menelepon rumah bibi saya untuk bertanya kado apa yang diinginkan oleh anak 4 tahun yang sudah cukup lancar bicara di telepon itu. Dengan agak cadel, Elfa pun menjawab “minta boneka Barbie.” Iseng saya bertanya kenapa, Elfa menjawab kembali “abis cantik sih.”

Keesokan harinya sepulang ngajar, saya mampir ke toko mainan di mall yang katanya paling besar di daerah saya. Langsung saya menuju Barbie corner. Di pojok yang tidak terlalu sempit itu, beraneka ragam Barbie dipajang, dari mulai Barbie yang mengenakan jilbab sampai pakaian-pakaian kasual, kantor, ataupun pesta lengkap dengan atribut-atribut lainnya. Melihat Barbie-Barbie itu dipajang, saya pun teringat ketika saya kecil saya sempat sangat menginginkan Barbie. Dan ternyata sampai saat ini Barbie masih tetap menjadi mainan favorit anak perempuan. Bahkan untuk sepupu kecil saya itu. Alasan saya ingin memiliki Barbie pun sama seperti alasan sepupu kecil saya itu; karena Barbie cantik.

Kata cantik lalu melintas di pikiran saya seperjalanan saya pulang dari toko mainan itu dengan membawa satu kantong belanjaan berisi Barbie pesanan sepupu saya. Seperti kebetulan dengan beauty class yang tidak jadi saya hadiri itu, bahwa cantik itu memang sudah melekat di diri perempuan dan juga sepupu kecil saya itu, karena cantik yang dia tahu saat ini adalah cantik yang dimiliki oleh Barbie. Kecantikan Barbie-Barbie yang dipajang di toko mainan tersebut masih sama seperti kecantikan Barbie yang saya tahu waktu saya kecil; tinggi, ramping, berkulit kuning langsat, bermata coklat (sebagian Barbie masih ada juga  yang bermata biru), hidung bangir, pipi tidak terlalu chubby, bibir merah, dagu agak lancip, dan rambut pirang walau ada juga yang berambut hitam (mungkin menyesuaikan pasar Indonesia atau Asia). Deskripsi itu lah yang dianggap cantik oleh sepupu saya, dan juga semasa kecil saya, dan kecantikan itu ternyata masih ada dan dianggap sampai sekarang. Kecantikan yang sempurna tapi juga propagandis – propaganda bahwa menjadi cantik itu mesti serupa dengan gambaran Barbie-Barbie tersebut, kecantikan yang abadi. Jelas abadi, karena sewujudnya Barbie hanyalah sebuah boneka. Setiap perempuan dewasa mungkin memahami hal tersebut, tapi tidak untuk sepupu kecil saya itu. Baginya yang hanya berumur 4 tahun, itu lah yang disebut cantik atau menjadi cantik. Dia mungkin dapat merefleksikan dirinya ke boneka Barbie itu, dan tanpa dia sadari dia ingin menjadi seperti Barbie atau  cantik seperti Barbie. Sederhananya adalah kecantikan Barbie yang dengan mudah diciptakan dan dibuat itu dengan mudah pula menanamkan konsep cantik di setiap pikiran anak perempuan yang akan dia pahami terus selamanya. Bagi setiap perempuan, cantik itu memang tidak harus seperti Barbie, tapi menjadi cantik itu mungkin saja seperti penggambaran yang ada dalam boneka Barbie.

Setiap perempuan ingin menjadi cantik sekalipun dia mengatakan dia tidak menginginkannya atau sekalipun dia selalu meyakinkan dirinya kalau dia tidak cantik. Tapi, semakin dia tidak menginginkannya, itu malah semakin menegaskan kalau dia sebenarnya sangat menginginkan untuk menjadi cantik. Terbukti dengan semakin banyaknya kelas kecantikan ataupun produk-produk kecantikan yang ditujukan untuk perempuan hanya untuk menjadi cantik. Menjadi cantik atau tidak bagi saya adalah hak mutlak setiap perempuan, karena wajah itu, rambut itu, mata itu, hidung itu, pipi itu, bibir dan tubuh itu adalah milik dirinya sendiri. She owns her body, maka dirinya lah yang berhak menentukan cantik seperti apakah yang dia inginkan, baik itu seperti Barbie ataupun tidak. Namun, ketika akhirnya konsep cantik itu sudah diseragamkan dalam sebuah gambaran Barbie, bagi saya itu sama saja menghilangkan hak mutlak seorang perempuan untuk menjadi cantik. Tanpa Barbie, tanpa sebuah seminar, tanpa sebuah kelas kecantikan, sekalipun tanpa produk kecantikan apapun, perempuan sudah cantik dengan apa yang dia mau dan dengan apa adanya dirinya, karena cantik dan menjadi cantik itu adalah hak mutlak setiap perempuan. Saya cantik, anda juga!



                        030512
                           Mels  
            

8 comments:

I'm_Oz said...

thanks miss, #Ehm
hahaha.... sayangnya waktu aku kecil, aku gak maenan barbie mis, ada juga aku maenan yang murahan ituloohhh bepe2an.... sama maen ke kali ama maen gundu.... hahahah #sedihmasakecilgue :'(

Nemo said...

Makasih hadiahnya Mariaaaa:')
Hugsss

Unknown said...

@oza haha boneka juga menentukan kelas seseorang ternyata. LOL

the trouble said...

Aku pernah punya barbie, tapi sering aku copotin kepala nya, abis itu aku guntingin rambut nya, setelah itu ibuku ga pernah mau beliin lagi.
Makan nya aku ga pernah mau kaya barbie, *Loh?!

Unknown said...

Penjahat Mutilasi --> Uki

orange lover! said...

Pas seminar kemarin ada dua macam produk yang dipromosikan, you know what, produk kecantikan yang paling laris daripada kesehatan. LOL

Hello I'm Na said...

Serasa lagi di kelas miss Maria. =='' Dapet banget kata-katanya miss :D
Eh tapi iya loh, miss. Dulu, waktu aku punya barbie juga gitu. Gak ada yang awet. Paling cantik waktu aku dandanin menor. Rambutnya aku keramasin, lipstiknya tiap hari aku tebelin. Hiiiiii... I named them Scary Barbie :P

I'm_Oz said...

yah mis, bukan berarti waktu kecil bapak saya gak mampu beli, mana peduli dia saya mau maenan apaan??? hahaha #kasian :'(