Sejuta rasa saat ini menyeruak dalam sanubariku yang kecil, ada indah yang terasa menyakitkan, ada debar yang ku tak tahu kapan akan berhenti, ada air mata yang menyertai dalam setiap doa, ada desah napas dan keluh dari setiap luka, ada penyesalan akan sebuah derita. Sejuta rasa itu satu per satu ingin aku keluarkan, namun waktu yang selalu menjadi dinding seolah ia ingin tetap memagari indahnya, debarannya, tangisannya, desahannya, dan penyesalannya. Maka tinggallah aku dalam sebuah dinding rasa itu seperti pesakitan yang tidak ingin berusaha untuk sembuh dan kuat berdiri, si pesakitan yang selalu ingin menikmati indah dari setiap sakit yang ia derita. Kalaupun indahnya dapat kuberi warna, aku hanya akan menghiasnya dengan warna kelabu, tak ada jingga ataupun violet didalamnya. Biar aku tahu bahwa sebenarnya itu tak akan indah seperti warna senja yang genap. Biarlah itu menjadi ganjil tanpanya. Andaipun debaran itu selayaknya nada, itu hanyalah sebuah nada yang tak akan pernah terdengar dan diperdengarkan. Kan kubiarkan nada debarannya tetap bersenandung dalam hati ini sampai ia pecah dan bercampur dalam melodi duniaku yang sepi. Tak akan kuhitung berapa banyak butiran air mata yang sudah terlanjur jatuh ke pelupuk, dan berapa banyak kata yang sudah terlanjur terucap dalam doa-doaku. Biarkanlah itu jatuh begitu saja dan mengering. Biarkanlah kata-kata dan harapan itu hilang tertelan dalam mimpi yang tak pernah nyata. Tak akan kuhiraukan sejuta keluh dari setiap detakan nafas yang semakin terasa menyesakkan. Tak akan kurasakan perihnya luka yang tanpa kusadari sudah menyebar di setiap celah dalam relung jiwa. Biarkanlah perih itu mengalir dan terus mengalir lalu bermuara pada lelahku. Biarlah keluh itu mengiringi setiap detak jantungku hingga terbawa bersama hembusan angin. Biarlah aku tetap hidup dalam diam di ruang rasa itu tanpa pernah ada penyesalan.
May 31st 2011
Mels
No comments:
Post a Comment