Saya tidak dapat memejamkan mata karena isi kepala saya begitu penuh. Saya tidak bisa untuk terlelap karena saya tidak bisa menuangkan semua yang ada dalam kepala saya. Ide-ide, impian, angan-angan, khayalan, peristiwa kemarin, kenangan, dan rencana masa depan bermunculan satu persatu dalam pikiran saya.
Sempat saya berpikir; andai saya robot, mungkin saya tidak perlu untuk beristirahat, tidur dan terlelap. Andai saya robot mungkin saya dapat bekerja 24 jam/hari tanpa perlu merasakan lelah dan sakit – karena dua hari ini saya hanya bisa terbaring tak berdaya diatas kasur mungil ini dalam ruangan yang tidak terlalu besar untuk menampung satu kasur, satu lemari, dan badan saya yang besar ini – ataupun kalau saya robot saya tidak perlu merasakan pusing untuk menghadapi sang raja api esok hari dan kemudian beraktifitas sehari penuh. Andaikan saya sebuah robot, saya tidak perlu menghiraukan kesehatan badan saya yang masih tahan menerima bercangkir-cangkir kopi, berbatang-batang rokok, bergenggam-genggam camilan berkolesterol, dan hidup satu kamar bersama makhluk-makhluk kecil yang katanya menjijikkan dan tak bernama, karena saya memang tidak mengetahui nama jelas mereka masing-masing dan hanya mengetahui bentuk mereka, dari mulai kecil berwarna merah dan berbaris rata, kecil bising dan menggigit, kecil putih berkaki banyak sampai besar hitam berekor panjang. Kalaupun saya robot saya tidak perlu malu dengan bentuk tubuh saya yang menurut ibu, bibi, nenek dan semua perempuan pada umumnya adalah tidak ideal dan proporsional (yang sampai sekarang saya pun masih tidak dapat mendefinisikan seperti apa bentuk ideal perempuan itu). Dan kalaupun saya robot saya tidak akan mengalami masa satu bulan sekali yang membuat saya tengkurap dan bergulingan dari satu pojok ke pojok kamar saya yang lain, yang membuat saya tidak bisa duduk, berdiri, berjalan, dan berlarian dengan bebas. Saya tidak akan mengenal lemah, ringkih dan rapuh, merasakan terluka, mengeluarkan berjuta-juta air mata, berpura-pura tegar dan kuat, dan tidak perlu menjadi perempuan ataupun laki-laki. Itu pun kalau saya sebuah robot.
Masih dengan pemikiran saya, kalaupun saya sebuah robot; saya tidak perlu mengulang adegan-adegan pagi kemarin, siang kemarin, dan sore kemarin atau mengenang gambaran-gambaran kejayaan empat, tiga, dua ataupun satu tahun yang lalu. Saya pun tidak mungkin berani bermimpi untuk menjadi perempuan sukses dengan keluarga kecil bahagia – sebuah mimpi yang sederhana bukan? – kalau saya sebuah robot. Mungkin saya pun tidak akan mempunyai berbagai rencana masa depan yang indah, saya tidak akan mempunyai beribu-ribu ide dalam otak kecil saya yang berebutan untuk dilahirkan dalam dunia saya yang juga kecil, dan saya pun tidak akan mungkin memiliki gelembung-gelembung berwarna merah muda, violet, hijau, jingga, kuning dan ungu yang berparaskan laki-laki idaman dan ideal yang saya impikan sebagai pendamping hidup untuk berbagi secuil cinta dari seluruh cinta yang ada di dunia ini, yang kemudian pecah sebelum saya sempat menyentuh gelembung itu satu per satu, kalaupun saya sebuah robot.
Ya…walaupun hanya secuil cinta, tapi manusia yang berpikiran andaikan dia robot ini ternyata masih bisa merasakan sebuah hal kecil nan abstrak yang bernama cinta. Cinta yang masih terlalu sulit untuk saya definisikan, cinta yang terlanjur datang dan pergi silih berganti. Itu mengapa saya berpikiran andai saya sebuah robot; saya mungkin tidak akan bisa merasakan jatuh cinta.
Dan andai saya robot saya tidak akan menghabiskan malam saya ini dengan menuliskan pikiran kacau saya ini tentang menjadi robot, dan memikirkan berbagai kemungkinan kalau saya sebuah robot.
Mel, 03:06 a.m.
No comments:
Post a Comment